Calender

Kamis, 11 Juni 2009

KETIKA KESEIMBANGAN ITU TIDAK TERJAGA – SHARE HOLDER VS MANAGEMENT

Didalam dunia manajemen kita mengenal istilah konflik kepentingan antara manajemen dengan pemegang saham/RUPS. Konflik tersebut terjadi karena dua perbedaan kepentingan akan kegunaan perusahaan sebagai mesin uang. Pihak manajemen menginginkan perusahaan mensejahtrakan pihak mereka/pekerja yang secara langsung berjuang demi kelangsungan hidup perusahaan, sedangkan pemegang saham menginginkan profit dan deviden secara maksimal karena mereka adalah pemilik perusahaan.

Kedua kepentingan tersebut tidak mungkin diakomodir secara bersamaan, karena itu kedua pihak berjuang demi kepentingan masing-masing. Tetapi dengan adanya dua kepentingan yang saling mendorong malah akan menciptakan fungsi kontrol alamiah yang positif terhadap perusahaan. Pihak manajemen dan pemegang saham malah akan bahu membahu menjadikan perusahaan ladang uang mereka tanpa satu pihakpun yang dapat mengambil “keuntungan” dari posisi mereka. Sama persis ketika pembeli dan penjual habis2an nego harga toh pada akhirnya mereka salaman juga ketika harga jual terjadi.

Di Amerika Serikat sebagai induk dari semua sistem kapitalis, konflik kepentingan ini senantiasa terjadi, pemegang saham selalu berdebat pada rups/egm dengan manajemen. Satu hal yang perlu diperhatikan, pemegang saham untuk mempunyai kekuatan dalam bernego dengan manajemen harus bersatu dengan pemegang saham lain karena di Amerika rata2 perusahan berkapitalisasi besar tidak ada kepemilikan diatas 10% oleh satu kendali orang maupun institusi. Setiap pemegang saham pun mempunyai tujuan yang terkadang berbeda dan menyebabkan sekali lagi terbentuknya suatu kepentingan bersama hasil dari negosiasi. Semua hasil negosiasi itu menyebabkan keseimbangan itu senantiasa terjadi secara alamiah.

Bagaimana dengan di Indonesia??


Di Indonesia rata2 perusahaan besar masih dalam kendali pemegang saham utama- selanjutnya disebut majority (pemilik sebelum tbk). Manajemen terkesan menjadi “teman” dari majority karena jajaran direksi masih “terafiliasi” alias anak, menantu, teman sma, dll. Hal ini menyebabkan manajemen dengan mudah bahu membahu membantu majority untuk mencari keuntungan lebih dibanding pemilik saham lainnya.

Bagaimana caranya? Dari mulai yang halus sampai yang kasar bisa dilakukan, ada yang masih dalam toleransi hukum (walau tidak untuk moral) sampai melampaui batasan hukum hanya untuk meraup keuntungan lebih dibanding yang lain.

Contohnya (yang saya cermati sebagai investor ritel yang merasa ada pengkebirian hak):

Transfer pricing
Ke perusahaan pribadi (tertutup) di luar negeri(untuk penjualan harga lebih rendah) atau membeli bahan baku dengan harga premium dari perusahaan pribadi untuk mengkerdilkan angka eps dan ujungnya deviden yang kecil bahkan tidak pernah dibagi sama sekali.

Insider information
Mengetahui Corporate action/Pencapaian target lebih dahulu dari pihak manajemen

Cash Out
Dengan mengakuisisi perusahaan tertutup pribadi/terafiliasi dengan harga premium

Janji janji growth
Dengan cara bahu membahu memberikan janji manis ke publik (padahal manajemen sendiri tidak yakin proyeksi itu akan tercapai atau tidak) untuk memuluskan kepentingan mereka(manajemen dan majority). Masih ingat kasus2 Right issue BHIT, BRPT, BNBR semua cerita manis group konglomerat berakhir dengan diakhiri Right Issue Induk perusahaan.

Bahkan keseimbangan di perusahaan BUMN pun sulit untuk terjadi. BUMN dipegang mayoritas oleh pemerintah berkuasa (lewat meneg bumn). Terbuka sekali kemungkinan perusahaan plat merah tersebut untuk bisa dijadikan mesin uang pihak2 yang berkuasa saat itu, jangan ditanyakan bagaimana lagi caranya kalau anda berada disana saya yakin anda tahu bagaimana caranya…

Nasib Investor publik/non mayority memang hanya pasrah terima nasib saja dengan kebaikan hati majority. Atau paling tidak pilihan menjadi lebih sedikit karena investor harus melihat behavior majority di masa lalu. Hal ini mungkin yang menyebabkan investor ritel menjadi skeptis dan terkesan menutup mata untuk mau hold saham secara jangka panjang karena mereka tidak pernah merasa punya hak yang sama secara proporsional dengan pihak manajemen dan majority – ibaratnya sudah kecil dikebiri lagi…

Tetapi tenang ada Ratu Adil dengan julukan Bozz (Mr. market) yang selalu menjaga dirinya melalui tangan2 tidak terlihatnya. Setiap kejatuhan pasar merupakan suatu peringatan dari si Bozz bahwa ad keseimbangan yang telah rusak. Di amerika si Bozz telah mengutuk pelaku2 Subrime Mortgage sehingga ada pemain utama yang bangkrut dan yang lainnya menderita kerugian besar…

Di Indonesia Si Bozz pernah mengutuk (krisis 1997) bank2 lokal yang meminjamkan uang nasabah hanya ke group mereka saja.

Dan sekarang SI BOZZ SUDAH SIAP “MENGUTUK” pemegang saham majority untuk menjadi equal dengan yang lain dengan terpaksa melego saham mayoritasnya karena kasus repo yang kebablasan.

Akhirnya kejatuhan ini akan membuat masa depan yang lebih cerah

Tidak ada komentar: